MAKAM SYEHC JUMADIL QUBRO DAN PENDOPO KOTA MOJOKERTO
Petualangan kita kali ini di kota Mojokerto , kota yang menyimpan sejarah
mulai dari kerajaan hingga peninggalannya
berangkat dari Surabaya pukul 07.30 sesampainya lokasi parkiran bis Makam Syeh Jumadil Kubro , saat kami turun dari bis kami di geruduk tukang ojek dengan menggunakan kaos merah mereka menawarkan jasanya untuk mengantarkan para peziarah ke Makam Syeh Jumadil Kubro
dengan membayar Rp 3000,. kami naik ojek
sambil menunggu teman yang belum datang , kami menikmati aneka jajanan yang ada di depan makam diantaranya ada pentol dan ice cream.
Syeh Jumadil Kubro adalah salah seorang ulama besar yang merupakan bibit kawit atau cikal bakal dalam penyebar agama Islam di pulau Jawa. Syekh Jumadil Qubro yang berasal dari Samarkand, Uzbekistan, Asia Tengah ini, diyakini sebagai keturunan ke-10 dari al-Husain, cucu dari Nabi Muhammad SAW. Pada awalnya, Syekh Jumadil Qubro dan kedua anaknya,Maulana Malik Ibrahim (Sunan Gresik) Maulana Ibrahim Samarqandi dan Maulana Ishaq, datang ke pulau Jawa.
Setelah itu mereka berpisah yaitu Syekh Jumadil Qubro tetap berada di pulau Jawa, sedang Maulana Malik Ibrahim ke Champa, di sebelah selatan Vietnam, yang kemudian mengislamkan Kerajaan Campa. Sementara adiknya, yaitu Maulana Ishaq pergi ke Aceh dan mengislamkan Samudra Pasai. Dengan demikian, silsilah dari beberapa Walisongo yaitu Sunan Ampel (Raden Rahmat), Sunan Giri (Raden Paku) adalah cucunya, sedangkan Sunan Bonang, Sunan Drajad dan Sunan Kudus adalah cicitnya. Hal itulah yang menyebabkan adanya pendapat yang mengatakan bahwa para Walisongo merupakan keturunan etnis Uzbek yang dominan di Asia Tengah, selain itu juga ada kemungkinan lainnya yaitu etnis Persia, Gujarat, ataupun Hadramaut.
Kemudian beliau dakwah bersama para ulama termasuk para putra-putri dan santrinya menuju ke tanah Jawa. Mereka menggunakan tiga kendaraan laut, sekaligus terbagi dalam tiga kelompok dakwah. Kelompok pertama, dipimpin Syeikh Jumadil Kubro memasuki tanah Jawa melalui Semarang dan singgah beberapa waktu di Demak. Selanjutnya perjalanan dilanjutnya menuju ke Majapahit dan berdiam di sebuah desa kecil yang bernama Trowulan letaknya berada di dekat kerajaan Majapahit. Kelompok kedua, terdapat cucunya yang bemama al-Imam Ja’far Ibrahim Ibn Barkat Zainal Abidin dibantu saudaranya yakni Malik Ibrahim menuju kota Gresik. Dan kelompok ketiga, adalah jamaah yang dipimpin putranya yakni al-Imam al-Qutb Sayyid Ibrahim Asmoro Qondy menuju Tuban. Namanya masyhur dengan sebutan “Pandhito Ratu” karena beliau memperoleh Ilmu Kasyf (transparansi dan keserbajelasan ilmu/ilmu yang sulit dipahami orang awam, beliau diberi kelebihan memahaminya).
Perjalanan dakwah Syeikh Jumadil Kubro berakhir di Trowulan, Mojokerto. Beliau wafat tahun 1376 M, 15 Muharram 797 H. diperkirakan hidup diantara dua Raja Majapahit yaitu pada awal Raja Tribhuwana Wijaya Tunggadewi dan pertengahan Prabu Hayam Wuruk. Bermula dari usul yang diajukan Syeikh Jumadil Kubro kepada penguasa Islam di Turki (Sultan Muhammad I) untuk menyebarkan Agama Islam di wilayah Kerajaan Majapahit. Karena, pada saat itu wilayah Majapahit sangat kuat pengaruh Agama Hindunya di sam ping keyakinan masyarakat pada arwah leluhur dan benda-benda suci. Sehingga, keberadaannya di tanah Majapahit hingga ajal menjelang menunjukkan perjuangan Sayyid Jumadil Kubro untuk menegakkan Agama Islam melawan penguasa Majapahit sangatlah besar.
Karena pengaruh beliau dalam memberikan pencerahan bekehidupan yang berperadaban, Syeikh Jumadil Kubro dikenal dekat dengan pejabat Kerajaan Majapahit. Cara beliau berdakwah yang pelan tapi pasti, menjadikan beliau amat disegani. Tak heran, bila pemakaman beliau berada di antara beberapa pejabat kerajaan Majapahit di antaranya adalah makam Tumenggung Satim Singgo Moyo, Kenconowungu, Anjasmoro, Sunana Ngudung (ayah Sunan Kudus), dan beberapa patih serta senopati yang dimakamkan bersamanya.
Pendopo kota Mojokerto ini dulunya berupa penemuan umpak- umpak besar yang diduga sisa dari sebuah bangunan pendapa agung, tempat raja Majapahit menemui tamu-tamu kerajaan, letaknya juga di dekat Kolam Segaran. Sekarang lokasi ini sudah dipugar menjadi bangunan pendapa yang nyaman untuk dikunjungi.
Di belakang bangunan ini terdapat batu miring, yang konon menjadi tempat Mahapatih Gajah Mada mengikrarkan Sumpah Palapa. Selain itu juga terdapat komplek makam dan petilasan Raden Wijaya, pendiri kerajaan Majapahit yang ramai dikunjungi oleh peziarah dan “konon” kalangan pejabat yang ingin terkabul maksudnya terutama pada malam Jumat.
mulai dari kerajaan hingga peninggalannya
berangkat dari Surabaya pukul 07.30 sesampainya lokasi parkiran bis Makam Syeh Jumadil Kubro , saat kami turun dari bis kami di geruduk tukang ojek dengan menggunakan kaos merah mereka menawarkan jasanya untuk mengantarkan para peziarah ke Makam Syeh Jumadil Kubro
dengan membayar Rp 3000,. kami naik ojek
sambil menunggu teman yang belum datang , kami menikmati aneka jajanan yang ada di depan makam diantaranya ada pentol dan ice cream.
Syeh Jumadil Kubro adalah salah seorang ulama besar yang merupakan bibit kawit atau cikal bakal dalam penyebar agama Islam di pulau Jawa. Syekh Jumadil Qubro yang berasal dari Samarkand, Uzbekistan, Asia Tengah ini, diyakini sebagai keturunan ke-10 dari al-Husain, cucu dari Nabi Muhammad SAW. Pada awalnya, Syekh Jumadil Qubro dan kedua anaknya,
Setelah itu mereka berpisah yaitu Syekh Jumadil Qubro tetap berada di pulau Jawa, sedang Maulana Malik Ibrahim ke Champa, di sebelah selatan Vietnam, yang kemudian mengislamkan Kerajaan Campa. Sementara adiknya, yaitu Maulana Ishaq pergi ke Aceh dan mengislamkan Samudra Pasai. Dengan demikian, silsilah dari beberapa Walisongo yaitu Sunan Ampel (Raden Rahmat), Sunan Giri (Raden Paku) adalah cucunya, sedangkan Sunan Bonang, Sunan Drajad dan Sunan Kudus adalah cicitnya. Hal itulah yang menyebabkan adanya pendapat yang mengatakan bahwa para Walisongo merupakan keturunan etnis Uzbek yang dominan di Asia Tengah, selain itu juga ada kemungkinan lainnya yaitu etnis Persia, Gujarat, ataupun Hadramaut.
Kemudian beliau dakwah bersama para ulama termasuk para putra-putri dan santrinya menuju ke tanah Jawa. Mereka menggunakan tiga kendaraan laut, sekaligus terbagi dalam tiga kelompok dakwah. Kelompok pertama, dipimpin Syeikh Jumadil Kubro memasuki tanah Jawa melalui Semarang dan singgah beberapa waktu di Demak. Selanjutnya perjalanan dilanjutnya menuju ke Majapahit dan berdiam di sebuah desa kecil yang bernama Trowulan letaknya berada di dekat kerajaan Majapahit. Kelompok kedua, terdapat cucunya yang bemama al-Imam Ja’far Ibrahim Ibn Barkat Zainal Abidin dibantu saudaranya yakni Malik Ibrahim menuju kota Gresik. Dan kelompok ketiga, adalah jamaah yang dipimpin putranya yakni al-Imam al-Qutb Sayyid Ibrahim Asmoro Qondy menuju Tuban. Namanya masyhur dengan sebutan “Pandhito Ratu” karena beliau memperoleh Ilmu Kasyf (transparansi dan keserbajelasan ilmu/ilmu yang sulit dipahami orang awam, beliau diberi kelebihan memahaminya).
Perjalanan dakwah Syeikh Jumadil Kubro berakhir di Trowulan, Mojokerto. Beliau wafat tahun 1376 M, 15 Muharram 797 H. diperkirakan hidup diantara dua Raja Majapahit yaitu pada awal Raja Tribhuwana Wijaya Tunggadewi dan pertengahan Prabu Hayam Wuruk. Bermula dari usul yang diajukan Syeikh Jumadil Kubro kepada penguasa Islam di Turki (Sultan Muhammad I) untuk menyebarkan Agama Islam di wilayah Kerajaan Majapahit. Karena, pada saat itu wilayah Majapahit sangat kuat pengaruh Agama Hindunya di sam ping keyakinan masyarakat pada arwah leluhur dan benda-benda suci. Sehingga, keberadaannya di tanah Majapahit hingga ajal menjelang menunjukkan perjuangan Sayyid Jumadil Kubro untuk menegakkan Agama Islam melawan penguasa Majapahit sangatlah besar.
Karena pengaruh beliau dalam memberikan pencerahan bekehidupan yang berperadaban, Syeikh Jumadil Kubro dikenal dekat dengan pejabat Kerajaan Majapahit. Cara beliau berdakwah yang pelan tapi pasti, menjadikan beliau amat disegani. Tak heran, bila pemakaman beliau berada di antara beberapa pejabat kerajaan Majapahit di antaranya adalah makam Tumenggung Satim Singgo Moyo, Kenconowungu, Anjasmoro, Sunana Ngudung (ayah Sunan Kudus), dan beberapa patih serta senopati yang dimakamkan bersamanya.
Situs Pendopo Agung terletak di Dusun
Nglinguk, Desa Trowulan, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto. Nama
Situs Pendopo Agung ini terbilang baru. Nama tersebut diambil karena
diwilayah itu terdapat pendopo yang didirikan pada tanggal 15 Desember
1966. Pendopo Agung ini dibagun atas prakarsa Kolonel Sampurna.
Pembagunan Situs Pendopo Agung ini
bukan tanpa dasar, karena pembagungan pendopo didasarkan pada umpak –
umpak yang terdapat di dalam situs (sekitar pendopo). Pada jaman dahulu,
saat kerajaan Majapahit masih berkuasa, diyakini jika ditempat
berdirinya pendopo agung sekarang ini terdapat sebuah pendopo besar,
yaitu pendopo kraton Majapahit.
Dihalaman Pendopo Agung terdapat
patung Raden Wijaya, pendiri kerajaan Majapahit. dan dibelakang pendopo
terdapat relief Patih Gajah Mada yang sedang melakukan sumpah Amukti
Palapa. Dihalaman barat dan selatan pendopo terdapat Batu Cancangan
Gajah, semacam tiang batu yang diyakini oleh masyarakat dahulunya
digunakan sebagai tempat mengikat Gajah kerajaan. Selain itu dibelakang
pendopo terdapat makam – makam tua, orang setempat menyebutnya sebagai
“Kubur Panggung”
Pendopo kota Mojokerto ini dulunya berupa penemuan umpak- umpak besar yang diduga sisa dari sebuah bangunan pendapa agung, tempat raja Majapahit menemui tamu-tamu kerajaan, letaknya juga di dekat Kolam Segaran. Sekarang lokasi ini sudah dipugar menjadi bangunan pendapa yang nyaman untuk dikunjungi.
Di belakang bangunan ini terdapat batu miring, yang konon menjadi tempat Mahapatih Gajah Mada mengikrarkan Sumpah Palapa. Selain itu juga terdapat komplek makam dan petilasan Raden Wijaya, pendiri kerajaan Majapahit yang ramai dikunjungi oleh peziarah dan “konon” kalangan pejabat yang ingin terkabul maksudnya terutama pada malam Jumat.
No comments:
Post a Comment