Jejak Wali Di Pesisir Timur Surabaya

Menelusuri daerah pesisir timur Surabaya, tepatnya di kampung Nambangan Perak Kecamatan Bulak Kota Surabaya. Semilir angin dan debur air laut mengiringi aktivitas para nelayan dipesisir pantai kampung Nambangan. Menyusuri jalan setapak bebatuan yang lebarnya 2meteran hanya cukup untuk dilewati sepeda motor , mampir ke Makam Wali penyebar agama Islam di Surabaya. Siapakah Beliau?
Alkisah diceritakan sekitar tahun 1890 M ditemukan seorang jasad di pinggir pantai yang tidak diketahui jati dirinya Oleh warga dibawalah jasad itu ke tengah laut agar tidak terdampar di tepi pantai timur Surabaya ini dan bisa mengikuti arus air laut keluar daerah.
Akan tetapi anehnya, warga yang membuang jasad tersebut belum sampai di tepi pantai itu jasad tersebut sudah lebih dahulu tiba di tempat semula. Jasad tadi dibawa lagi untuk dibuang lebih jauh lagi, kenyataannya sebelum warga sampai ke tepi, jasad sudah sampai seperti semula. Kemudian jasad itu dibuang yang paling jauh dan melawan arus, akan tetapi sebelum warga sampai ke tepi pantai, jasad tersebut sudah lebih dulu tiba di tempat semula.
Hal itu telah di lakukan hingga tiga kali pembuangan, namun hasilnya tetap saja. Akhirnya salah seorang warga ada yang melaporkan dan meminta pendapat kepada KH. Hasbullah. Karena KH. Hasbullah adalah seorang Wali yang sudah kesohor dan Mutawattir tentang kewaliannya, dan ada yang berpendapat bahwa Beliau adalah Wali Abdal dan di dalam tingkatan yang tinggi. Sebab semasa muda (Bujang) sudah terlihat tanda-tanda kewaliannya.
Oleh KH. Hasbullah warga di beri wejangan bahwa jasad yang di buang tadi tidak sembarang orang, walaupun sudah wafat tetap di keramatkan, di mulyakan dan di agungkan oleh ALLAH SWT. Itulah Wali.
Oleh KH. Hasbullah disuruhnya menggali kubur, namun secara tiba-tiba di dalam kubur sudah ada Jedingan (tempat untuk mayat). Dan pada waktu mayat di mandikan, bau harum melebihi minyak kasturi semerbak mewangi
Setelah di kafani, di sholati dan di kebumikan malamnya KH. Hasbullah berbincang bincang dengan Habib Syech Umar Sumba bahwa Beliau adalah berasal dari tanah Sumba seorang penyebar agama Islam. Karomah yang dimiliki kedua waliyullah ini masih bisa dirasakan hingga sekarang, setidaknya bagi masyarakat yang tinggal di kampung Nambangan Cumpat. Karenanya, tak heran jika setiap harinya ada saja orang datang berziarah.
Begitulah secara singkat kisah mengenai Habib Syech Umar Sumba dan KH Hasbullah. Kami disapa oleh juru kunci makam waliyullah Syekh Umar Sumba dan KH Hasbullah, Bapak Danang diteras langgar sebelah makam. Semilir angin bertiup membuat suasana menjadi tenang sejauh mata memandang Selat Madura dengan perahu Nelayan yang hilir mudik. Setelah memperkenalkan diri, kami ditunjuki dan menjelaskan tentang keberadaan Makam Syekh Umar Sumba dan KH Hasbullah. Banyak peziarah-peziarah dari luar pulau/daerah yang sering berziarah kesini. Di lingkungan makam ini kalau malam tidak ada lampu konon setiap dipasang lampu beberapa hari kemudian pasti rusak. Peziarah yang berada disana waktu malam hanya menggunakan penerangan lilin. Waktu waktu yang indah dan tenang kata Pak Danang pada waktu maghrib dan tengah malam. Suasananya sangat khusuk dan sebagai tempat merenungkan/mensyukuri diri atas anugrah yang diberikan oleh Yang Maha Kuasa.