Makam Tua Bergaya Modern Peninggalan Belanda di Peneleh Surabaya
Makam Peneleh, Makam Belanda Modern Tertua Di Surabaya
( Salah satu Makam Peneleh Foto : Katon Bagus )
Surabaya - Boleh saja
orang memandang remeh makam Peneleh sekarang. makam lawas yang rusak dan kotor.
Namun sejarah tidak bisa menampik, jika Makam Peneleh adalah salah satu
pekuburan modern tertua di Dunia.
Tata
letaknya yang rapi diatur sesuai blok, memiliki catatan setiap jenazah,
termasuk silsilah pohon fam keluarga, fasilitas standar krematorium bahkan
sudah dibangun sejak makam ini berdiri. Makam ini dibangun tahun 1814, dengan
nama resmi De Begraafplaats Peneleh Soerabaja alias Makam Peneleh Surabaya.
Hanya
ini catatan resmi yang dimiliki Dinas Kebersihan dan Pertamanan Surabaya.
Sisanya adalah catatan pembukuan jenazah peninggalan masa Belanda. Makam ini
dibangun setelah makam mungil yang berada di sekitar Gereja Katolik Roma
pertama atau sekarang kompleks Mapolwilatabes Surabaya tidak muat.
Di
dalam catatan National Archives of the Netherlands yang saya unduh, Makam
Peneleh awalnya menempati area seluas 5,4 hektare. Berada jauh di luar kota,
yang batas tembok kota di Kebon Rojo. Usia makam ini 20 tahun lebih muda
dibanding makam serupa di Batavia. Namanya Kebon Jahe Kober, yang didirikan
pada 28 September 1795.
Namun
dibanding makam makam kuno modern di negara lain, Makam Peneleh adalah paling
lawas. Lebih tua dibanding Fort Cannin Park (1926) di Singapura, Gore Hill
Cemetery (1868) di Sidney, La Chaise Cemetery (1803) di Paris, Mount Auburn
Cemetery (1831) di Cambridge yang diklaim sebagai makam modern pertama di
dunia, atau Arlington National Cemetery (1864) di Washington DC.
( Salah satu Makam Peneleh Foto : Katon Bagus )
Dibanding
semua makam-makam lawas itu, hanya Peneleh yang saat ini terlantar. Bahkan di
Jakarta, makam Kebon Jahe Kober, sudah direstorasi sejak 1977 menjadi Museum
terbuka Taman Prasasti. “sejak 1955 makam ini ditutup dan kondisinya rusak
seperti sekarang,” keluh seorang juru kunci, M Misha kepada saya.
Begitu
parahnya kondisi makam sampai beberapa ahli warisnya memilih mengangkuti
kerangka jenazah moyangnya itu dengan menggali kubur mereka. Kata Misha,
Sekarang jarang sekali keluarga Belanda yang sudi datang karena bau pesing dan
jorok.
Namun
tahukah Anda bagiana kisah awal makam ini. Silakan buka peta Surabaya tahun
1800 untuk membayangkan situasi Surabaya ketika pertama makam ini dibangun.
Saat itu kota Surabaya masih dibatasi tembok kota yang berparit lebar. Tembok
yang dihancurkan 1865 itu pada bagian selatan terletak di Jl Bibis dan Jl
Kebonrojo. Ini membatasi kompleks permukiman Belanda dengan perkampungan
pribumi yang berpusat di Kraton kawasan Kramat Gantung, hanya ada satu pintu
tembok ke selatan menuju Simpang yaitu di ujung jalan veteran.
Sementara
Makam Peneleh dibangun tersembunyi, di seberang sungai Kalimas dan di tengah
persawahan kampung Peneleh dan Lawang Seketeng, dekat dengan hutan Undaan.
Tidak ada jembatan dan jalan sehingga Peneleh begitu terisolir. Lokasi ini
diapit dua sungai sama lebar
yaiotu
kalimas dan Sungai Pegirikan. ‘’Saya ingat ceritanya jika Peneleh itu lama
terisolir sebelum Belanda membangun Jembatan Peneleh tahun 1900-an,’’ kata
Abdullah Munir, salah satu tetua kawasan Peneleh.
Letaknya
masuk sekitar 100 meter dari bibir Kalimas. Pintu masuknya tepat menghadap
Kalimas dengan jarak 100 meter itu. Pintu masuknya bergaya neo klasik. Karena
tidak ada akses jalan darat, satu- satunya moda trsportasi adalah perahu yang
menyusuri sungai dari pusat kota di sekitar Jembatan Merah.
Menurut
sejumlah literatur tentang prosesi pemakaman di Hindia Belanda, proses
pemakaman kala itu begitu massal. Termasuk di Peneleh, pada masa itu semua
jenazah, yang akan dikubur harus menyusuri Kalimas sebagai jalur transportasi
satu-satunya.
Di
ujung jalan Makam Peneleh, di lokasi yang sekarang menjadi pasar buah, semula
adalah pelabuhan untuk menurunkan jenazah. Kemudian jenazah dibawa ke pemakaman
dengan menggunakan kereta kuda. Jumlah kuda yang menarik kereta menunjukkan
status sosial jenazah.
Kala
itu terdapat lonceng perunggu yang terpasang pada tiang besi di pelabuhan
Peneleh. Lonceng ini akan dibunyikan ketika jenazah sebagai tanda jenazah telah
tiba dan pelayat yang sudah tiba di makam bisa siap-siap. Namun tahun 1900an
pelabuhan itu berubah menjadi pasar buah. Itu mungkin setelah dibangun jalan
tembus dan jembatan.
Tidak
semua jenazah yang datang ke Makam Peneleh dikubur. Jika wasiat menginginkan
jenazah dibakar, di Makam Peneleh juga tersedia. Temukanlah sisa-sisa kemegahan
Krematorium Peneleh di sisi timur kompleks makam. Bangunan berpilar empat
berlanggam neo klasik ini masih menyisahkan cerita dan kemegahan.
Bayangkanlah
bagimana cara pembakaran jenazah modern abad 17. Gedung itu sekarang hanya
meningalkan halaman luas, teras dan ruang utama. Di dalamnya terdapat dua
lubang berdiameter 1 meter yang diduga sebagai tempat meletakkan tungku. Setiap
jenazah ditaruh di atas tungku ini untuk dibakar.
Sayang
bangunnya ini sudah tidak utuh lagi, bagian belakang sudah roboh dan bangunan
utama juga hampir roboh. Atapnya sudah tidak ada lagi. Puluhan pilar yang
mengelilingi bangunan hanya tersisa empat buah di depan. Reruntuhan pilar di
bagian samping dan belakang membuat nelangsa.
Revitalisasi Makam Peneleh Belanda di Surabaya
Rencana Pemerintah Kota Surabaya
untuk merevitalisasi makam peneleh menjadi satu paket dengan penataan kawasan
peneleh , sejumlah kalangan meminta Pemkot tidak asal membangun Pemkot harus
melibatkan masyarakat kawasan Peneleh.(23/9/2016)
Saat ini pemerintah kerajaan Belanda
memang semangat untuk melestarikan Kompleks makam peneleh seperti yang ditullis
di Jawa Pos pagi ini , Ilmu sejarah Universitas Airlangga Adrian Perkasa
mempresentasikan hasil penelitian kepada Kementerian Kebudayaan Belanda terkait
makam peneleh saat itu pada 2014, salah satunya mengenai kebijakan Pemkot
terhadap pelestarian cagar budaya dan sejarah .
Ada Beberapa syarat yang harus
dipenuhi yaitu data dan kelengkapan dokumen situs yang ingin direvitalisasi dan
perlu banyak keterlibatan stakeholder pemangku kepentingan terutama masyarakat
sekitar makam peneleh, keterlibatan mereka perlu untuk pengumpulan dokumen dan
data-data pemerhati sejarah .
Adrian berharap Pemkot melibatkan
anak-anak muda sebab masa depan Kota berada di tangan anak-anak muda dibangun
bukan gedungnya yang terpenting melainkan spirit berupa budaya interaksi sosial
bahasa .
Cak Ipung menyatakan “ Sejarah kota
itu tidak hanya berbicara tentang ruang tapi ada nilai di dalamnya” jelas
penulis buku Surabaya punya cerita saat kami wawancara di taman prestasi
Surabaya
Salah Seorang warga
peneleh kuncara sono Prasetyo setuju akan rencana revitalisasi pemerintah kota
Surabaya dan menyampaikan “ Guna mendorong pengembangan wisata di kawasan
peneleh kalau bisa tahun depan sudah ada lampu lampu di perkampungan jalur
pedestrian diperbaiki “ jelas pria kelahiran 1 Maret 1977 itu mantan jurnalis
yang kini berbisnis tersebut juga meminta ketegasan Pemkot , cak Kuncara
sapaannya berharap terobosan Pemkot bisa mengangkat perekonomian masyarakat
sebab meski belum mendapat banyak sentuhan kawasan menilai setiap hari dikunjungi
wisatawan ( Bunda Tri )
( Salah satu Makam Peneleh Foto : Katon Bagus )
No comments:
Post a Comment