596 tahun Usia Masjid Sunan Ampel Surabaya
596 tahun Usia Masjid Sunan Ampel Surabaya
Masjid Sunan Ampel
Masjid Sunan Ampel
merupakan masjid tertua ke tiga di Indonesia, didirikan oleh Raden Achmad
Rachmatullah pada tahun 1421, di dalam wilayah kerajaan Majapahit.
Masjid ini dibangun dengan
arsitektur Jawa kuno, dengan nuansa Arab yang kental. Raden Achmad Rachmatullah
yang lebih dikenal dengan Sunan Ampel wafat pada tahun 1481. Makamnya terletak
di sebelah barat masjid.
Hingga tahun 1905, Masjid
Ampel adalah masjid terbesar kedua di Surabaya. dulunya masjid ini menjadi
tempat berkumpulnya para ulama dan wali Allah untuk membahas penyebaran Islam
di tanah Jawa.
Pintu Utama Menara Masjid
Menara bersejarah Masjid
Ampel Di komplek pemakaman masjid sunan Ampel juga terdapat makam Mbah Sonhaji
atau Mbah Bolong dan juga makam Mbah Soleh, pembantu Sunan Ampel yang bertugas
membersihkan Masjid Sunan Ampel.
Keberadaan Kedua Makam
tersebut tak terlepas dari cerita tutur dari masyarakat setempat. Di kompleks
tersebut terdapat juga makam seorang pahlawan nasional, KH. Mas Mansyur,
kondisinya sangat bersahaja, setara dengan makam-makam keluarganya yang hanya
ditandai sebuah batu nisan di atas tanah yang datar. Sepi dari peziarah.
Di dekat makam Mbah Bolong
(Mbah Sonhaji) terdapat 182 makam syuhada haji yang tewas dalam musibah jemaah
haji Indonesia di Maskalea-Colombo, Sri Lanka pada 4 Desember 1974.
Prasasti Cagar Budaya
Kompleks makam dikelilingi
tembok besar setinggi 2,5 meter. Makam Sunan Ampel bersama istri dan lima
kerabatnya dipagari baja tahan karat setinggi 1,5 meter, melingkar seluas 64
meter persegi.
Khusus makam Sunan Ampel
dikelilingi pasir putih. Lokasi Masjid Ampel terletak di Jalan KH Mas Mansyur,
Kelurahan Ampel, Surabaya Utara. Lokasi ini sangat mudah dicapai, karena
dilewati oleh berbagai moda angkutan.
Lima Gapura Masjid Sunan
Ampel Gapura menuju makam Sunan Ampel Di sekeliling masjid terdapat lima gapuro
(pintu gerbang) yang merupakan simbol dari Rukun Islam. Dari arah selatan,
tepatnya di Jalan Sasak terdapat pintu gerbang pertama yang bernama Gapuro
Munggah. Gapura Munggah adalah simbol dari Rukun Islam yang kelima, yaitu Haji.
Suasana Pasar Seng di sekitar Masjidil Haram dapat dijumpai di sekitar gapura
ini, dengan adanya para pedagang yang menjual barang-barang seperti di Pasar
Seng. Setelah melewati Gapuro Munggah, pengunjung akan melewati Gapuro Poso
(Puasa) yang terletak di sebelah selatan masjid.
Gapuro Poso
Gapuro Poso memberikan
suasana pada bulan Ramadhan. Setelah melewati Gapuro Poso, kita akan masuk ke
halaman masjid. Dari halaman ini tampak bangunan masjid yang megah dengan
menara yang menjulang tinggi. Menara ini masih asli, sebagaimana dibangun oleh
Sunan Ampel pada abad ke 14. Gapuro berikutnya adalah Gapuro Ngamal (Beramal).
Gapura ini menyimbolkan Rukun Islam yang ketiga, yaitu zakat. Disini orang
dapat bersodaqoh, dimana hasil sodaqoh yang diperoleh dipergunakan untuk
perawatan dan biaya kebersihan masjid dan makam.
Gapura berikutnya adalah
Gapuro Madep yang letaknya persis di sebelah barat bangunan induk masjid.
Gapura ini menyimbolkan Rukun Islam yang kedua, yaitu sholat dengan mengadap
(madep) ke arah kiblat. Gapura yang ke lima adalah Gapuro Paneksen, merupakan
simbol dari Rukun Islam yang pertama yaitu Syahadat. Paneksen berarti
‘kesaksian‘, yaitu bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah
utusan Allah. Gapuro Paneksen merupakan pintu gerbang masuk ke makam.
Keistimewaan Masjid dan
makam Sunan Ampel merupakan bangunan tua bersejarah yang masih terpelihara
dengan baik. Struktur bangunan dengan tiang-tiang penyangga berukuran besar dan
tinggi yang terbuat dari kayu, juga arsitektur langit-langit yang kokoh
memperlihatkan kekuatan bangunan ini melintasi zaman.
Masjid ini menjadi tujuan
wisata dan ziarah yang tak pernah sepi dari pengunjung. Setiap Ramadan, Masjid
Sunan Ampel di Subaraya, Jawa Timur, selalu dipadati pengunjung. selain
melaksanakan salat, pengunjung juga ingin berziarah ke makam Sunan Ampel.
Perlindungan terhadap peninggalan Sejarah Mengaji di Masjid Sunan Ampel Guna
melestarikan kawasan sejarah ini, Pemerintah Kota Surabaya telah menetapkan
Masjid Ampel sebagai cagar budaya dan membangun kawasan ini sebagai wisata
religi.
Peninggalan bersejarah
Masjid Ampel yang sekarang masih tampak terawat adalah, terdapat pada 16 tiang
utama masjid yang terbuat dari kayu jati. Ke-16 tiang tersebut, masing-masing
panjangnya 17 meter dengan diameter 60 centimeter dan 48 pintu yang tetap dipelihara
dan dirawat.
Tiang tersebut juga
memiliki makna tujuh belas jumlah raka'at shalat dalam sehari yang merupakan
tiang agama Islam. Masjid Sunan Ampel sudah tiga kali mengalami perluasan yakni
tahun 1926, 1954, dan 1972. Kini, luas salah satu masjid tua di Indonesia itu
mencapai 1.320 meter persegi dengan panjang 120 meter dan lebar 11 meter.
Tradisi, Mitos dan Aturan
berkunjung Papan peringatan yang terpampang menjadi panduan bagi pengunjung
supaya berlaku sopan, tidak shalat di area pemakaman, dan berdoa hanya kepada
Allah. Di area pemakaman juga sangat dianjurkan untuk melepas sepatu atau
sandal, serta dilarangnya pengunjung berada di area pemakaman pada setiap waktu
shalat berjamaah.
Air Berkah
Di tempat ini juga
terdapat sumur bersejarah yang kini sudah ditutup dengan besi. Banyak yang
meyakini air dari sumur ini memiliki kelebihan seperti air zamzam di Mekkah.
Banyak masyarakat yang minum dan mengambil untuk kemudian dibawa pulang.
Memasuki area pemakaman, terdapat gentong-gentong berisi air yang berasal dari
sumur untuk diminum oleh para pengunjung. Pemisahan rute ziarah untuk pria dan
wanita Rute untuk pengunjung pria dan wanita dipisahkan untuk menghindari
ikhtilat, namun begitu ada yang tidak mengindahkan rute dengan alasan
rombongan.
Ada 3 situs di area
pemakaman yang ramai dikunjungi peziarah: Makam Sunan Ampel, adalah situs yang
yang paling ramai, kemudian Makam Mbah Bolong di sebelah barat pengimaman
bangunan masjid lama dan Makam Mbah Soleh. Kisah Mbah Bolong Alkisah ketika
menentukan arah kiblat masjid Mbah Sonhaji melubangi dinding sebelah barat, dan
atas karomah dari Allah, semua orang dapat melihat Ka’bah dari lubang tersebut.
Sejak itu julukan Mbah Bolong disandangnya Kisah Mbah Soleh yang memiliki 9
nyawa Makam Mbah Soleh terdapat 9 buah.
Alkisah Sunan Ampel
mengeluhkan kebersihan masjid sepeninggal Mbah Soleh, kemudian atas izin Allah
dia berkali-kali hidup dan mati untuk membersihkan masjid. Barulah setelah
wafatnya Sunan Ampel, Mbah Soleh tidak hidup lagi.
Tradisi Maleman Pengunjung
di Bulan Puasa pengunjung Masjid Ampel dan Makam Sunan Ampel di komplek masjid
itu semakin membeludak saat Bulan Suci Ramadhan semakin dekat. "Selama
ramadhan, masyarakat yang berkunjung ke Masjid Ampel juga meningkat dua kali
lipat dibanding hari biasa yang rata-rata mencapai 2.000 orang, pengunjung
Masjid Ampel akan semakin banyak lagi pada saat "maleman" (malam
tanggal 21, 23, 25, 27, 29 bulan ramadhan).
Tradisi
"maleman" yang dimaksud adalah pengunjung membaca tahlil, tadarus
(membaca Al Quran secara bersama-sama di bulan puasa), shalat sunah, dan
iktikaf (berdiam diri di dalam masjid dengan membaca zikir) semalam suntuk.
Taraweh 20 Rekaat Shalat tarawih di Ampel, jumlahnya 20 rakaat dan ditambah
tiga rakaat shalat witir. Bedanya, setiap kali shalat tarawih, imam shalat
tarawih menghabiskan satu juz Al Quran, sehingga dalam satu bulan ramadhan
dapat mengkhatamkan Al Quran sebanyak 30 juz. ( Bunda Tri )
Love Suroboyo
No comments:
Post a Comment