GUNUNG GEGER MADURA
Bukit Geger berada
kurang lebih 30 Km arah tenggara Kota Bangkalan, tepatnya di desa Geger, Kecamatan Geger. Dari Kota
Bangkalan lurus terus ke arah utara yaitu ke arah kecamatan Arosbaya, lalu ke
timur kearah kecamatan geger. Disitulah bukit itu berada. Bukit tersebut mudah
dijangkau karena letaknya tepat dipinggir jalan raya.
Bukit ini berada di
ketinggian sekitar 150-200 meter diatas permukaan laut. Obyek wisata ini bagus untuk wisata alam/ wisata hutan, dan biasanya dibuat sebagai lahan
bumi perkemahan dan sebagai tempat olahraga pendakian.
Selain Keindahan
Wisata Alam/ hutan, Objek wisata bukit geger juga memiliki PAtung Kuno yang
dikeramatkan, ada juga Hutan Akasia, Hutan Mahogany, dan hutan Jati seluas 42
hektar lebih, Lembah Palenggiyan dengan keindahan Danau dan Jejeran Sawah yang
rapi dan luas, tempat peristirahatan di puncak bukit yaitu Situs Pelanggiran.
Bukit ini juga
memiliki 5 (lima) goa legendaris dan amat bersejarah, nama-namanya dalam bahasa
madura kurang lebih jika di Indonesiakan seperti dalam kurung
yaitu: Goa Petapan (gua tempat semedi), Goa Potre (gua putri), Goa Planangan (gua
laki-laki), Goa Pancong Pote (gua pancung putih), dan Goa Olar (gua Ular).
Konon, Bukit Geger
menjadi tempat manusia pertama yang menginjakkan kaki di bumi Madura.
Ceritanya, pada abad ke 7-8 Masehi, Patih Pranggulan dari Kerajaan Medang di
Kaki Gunung Semeru disebut-sebut sebagai orang pertama yang
mendarat di Planggirân (tumpukan batu
karang) di bukit Geger. Saat itu dia membawa Dewi Ratna Rorogung, anak Raja
Medang yang sedang hamil.
Keduanya terdampar di
Planggiran setelah mengarungi lautan dengan rakit. Di bukit Geger itu, Dewi
Ratna Rorogung mendapat julukan Potre Koneng. Putri yang satu ini punya kebiasaan bersemedi di
tepi tebing. Rutinitas itu dilakukan setiap hari menjelang matahari terbenam. Kini, batu mirip kursi itu disebut Palènggiyân (Madura, Red).
Hingga akhirnya lahirlah Raden Segoro dari rahim Dewi Ratna Rorogung.
Tak hanya batu
Palènggiyân, di Bukit Geger terdapat banyak situs bersejarah. Diantaranya Goa Petapan, Goa Potre, Goa
Planangan, Goa Pancong Pote, dan Goa Olar. Hingga kini di lokasi tersebut banyak
dijadikan tempat tirakat oleh masyarakat. Baik masyarakat yang berasal dari
Madura maupun dari luar.
Untuk masyarakat luar
Jatim, kebanyakan berasal dari Cirebon, Banten, dan Tasikmalaya. Bahkan ada
yang datang dari Malaysia dan Brunei. Kebanyakan, masyarakat memilih Goa
Petapan dan Goa Potre untuk tempat tirakat.
Menurut kisahnya, Goa
Petapan menjadi tempat bertapa Adipodai dan Goa Potre tempat bertapa Potre
Koneng. Pada Abad 13, Aryo Kuda Panoleh (Jokotole) yang bergelar Seco Diningrat
III hendak berperang dengan Sampotoalang -Dampo Awang (Laksamana dari Cina).
Sebelum bertempur, Jokotole menghadap Adipodai di Geger. Sampai akhirnya dia
mendapat senjata pamungkas berupa pecut.
Saat bertempur,
Jokotole menunggangi kuda terbang. Sedangkan Dampoawang naik perahu terbang.
Dalam perang tanding satu lawan satu, Dampoawang beserta perahunya berhasil
dihancurkan tepat di atas Bancaran (artinya, bâncarlaan), Bangkalan. Piring
Dampoawang jatuh di Ujung Piring-sekarang nama desa di Kecamatan Kota Bangkalan. Sedangkan jangkarnya
jatuh di Desa/Kecamatan Socah.
Nah, berawal dari
cerita itu saat ini Goa Petapan dan Goa Potre dijadikan tempat tirakat oleh
masyarakat. Di dua tempat yang dianggap keramat tersebut banyak yang
mendapatkan benda-benda yang diyakini memiliki kekuatan mistik.
Banyak orang yang
tirakat di lokasi tersebut mengaku mendapat benda gaib. Seperti kisah Sukri, warga asal Kamal, yang mengaku mendapat besi
kuning dan keris penangkal hujan saat bertirakat.
Selain itu, goa lain
di Bukit Geger juga memiliki keunikan. Seperti Goa Pancong Pote. Goa yang
berada di bibir tebing ini di saat hujan ada air yang mengalir di lantai goa
yang sangat bening. Malah warnanya seperti pelangi. “Masyarakat biasa
menyebutnya air tujuh warna,” ujar Sekretaris Klub Pecinta Alam Kipoleng, Drs
Mas Imam Lutfi.
Sedangkan di Goa
Planangan, jelas Imam, terdapat stalaktit yang menjuntai ke bawah (maaf) mirip
kemaluan pria. Uniknya, air yang menetes dari stalaktit diyakini bisa menambah
keperkasaan pria. Sedangkan Goa Olar disebut begitu karena di depan mulut goa
ada sebongkah batu yang mirip kepala ular. Goa tersebut berada di puncak
bukit.Konon, Bukit Geger menjadi tempat manusia pertama yang menginjakkan kaki
di bumi Madura. Ceritanya, pada abad ke 7-8 Masehi, Patih Pranggulan dari
Kerajaan Medang di Kaki Gunung Semeru disebut-sebut sebagai orang pertama yang
mendarat di Planggirân (tumpukan batu karang) di bukit Geger. Saat itu dia
membawa Dewi Ratna Rorogung, anak Raja Medang yang sedang hamil.
Keduanya terdampar di
Planggiran setelah mengarungi lautan dengan rakit. Di bukit Geger itu, Dewi
Ratna Rorogung mendapat julukan Potre Koneng. Putri yang satu ini punya
kebiasaan bersemedi di tepi tebing. Rutinitas itu dilakukan setiap hari
menjelang matahari terbenam. Kini, batu mirip kursi itu disebut Palènggiyân
(Madura, Red). Hingga akhirnya lahirlah Raden Segoro dari rahim Dewi Ratna
Rorogung.
Tak hanya batu
Palènggiyân, di Bukit Geger terdapat banyak situs bersejarah. Diantaranya Goa
Petapan, Goa Potre, Goa Planangan, Goa Pancong Pote, dan Goa Olar. Hingga kini
di lokasi tersebut banyak dijadikan tempat tirakat oleh masyarakat. Baik
masyarakat yang berasal dari Madura maupun dari luar.
Untuk masyarakat luar
Jatim, kebanyakan berasal dari Cirebon, Banten, dan Tasikmalaya. Bahkan ada
yang datang dari Malaysia dan Brunei. Kebanyakan, masyarakat memilih Goa
Petapan dan Goa Potre untuk tempat tirakat.
Menurut kisahnya, Goa
Petapan menjadi tempat bertapa Adipodai dan Goa Potre tempat bertapa Potre
Koneng. Pada Abad 13, Aryo Kuda Panoleh (Jokotole) yang bergelar Seco Diningrat
III hendak berperang dengan Sampotoalang -Dampo Awang (Laksamana dari Cina).
Sebelum bertempur, Jokotole menghadap Adipodai di Geger. Sampai akhirnya dia
mendapat senjata pamungkas berupa pecut.
Saat bertempur,
Jokotole menunggangi kuda terbang. Sedangkan Dampoawang naik perahu terbang.
Dalam perang tanding satu lawan satu, Dampoawang beserta perahunya berhasil
dihancurkan tepat di atas Bancaran (artinya, bâncarlaan), Bangkalan. Piring
Dampoawang jatuh di Ujung Piring-sekarang nama desa di Kecamatan Kota
Bangkalan. Sedangkan jangkarnya jatuh di Desa/Kecamatan Socah.
Nah, berawal dari
cerita itu saat ini Goa Petapan dan Goa Potre dijadikan tempat tirakat oleh
masyarakat. Di dua tempat yang dianggap keramat tersebut banyak yang
mendapatkan benda-benda yang diyakini memiliki kekuatan mistik.
Banyak orang yang
tirakat di lokasi tersebut mengaku mendapat benda gaib. Seperti kisah Sukri,
warga asal Kamal, yang mengaku mendapat besi kuning dan keris penangkal hujan
saat bertirakat.
Selain itu, goa lain
di Bukit Geger juga memiliki keunikan. Seperti Goa Pancong Pote. Goa yang
berada di bibir tebing ini di saat hujan ada air yang mengalir di lantai goa
yang sangat bening. Malah warnanya seperti pelangi. “Masyarakat biasa
menyebutnya air tujuh warna,” ujar Sekretaris Klub Pecinta Alam Kipoleng, Drs
Mas Imam Lutfi.
Sedangkan di Goa
Planangan, jelas Imam, terdapat stalaktit yang menjuntai ke bawah (maaf) mirip
kemaluan pria. Uniknya, air yang menetes dari stalaktit diyakini bisa menambah
keperkasaan pria. Sedangkan Goa Olar disebut begitu karena di depan mulut goa
ada sebongkah batu yang mirip kepala ular. Goa tersebut berada di puncak bukit.
No comments:
Post a Comment